Alasannews.com|Pontianak, KALBAR – 30 Juli 2025
Kasus dugaan mafia tanah kembali mencuat di Kalimantan Barat. Seorang warga Pontianak, Sutiyah (67), bersama suaminya, Ngadino (66), dan anaknya, Sutiman (45), memenuhi panggilan dari Tim Intelijen Kejaksaan Negeri Pontianak untuk memberikan keterangan atas dugaan balik nama sepihak Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 7674.
Sertifikat tersebut diketahui atas nama Sutiyah, yang berdomisili di Jalan 28 Oktober Gang Bima Sakti III, Kelurahan Siantan Hulu, Kecamatan Pontianak Utara. Kehadiran keluarga ini di Kejaksaan Negeri Pontianak merupakan tindak lanjut dari surat resmi yang dikirimkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pontianak pada 14 Juli 2025 lalu.
“Kami sampai di Kejaksaan pukul 09.00 WIB. Setelah melalui proses pemeriksaan identitas di Pelayanan Terpadu, kami diarahkan ke lantai dua untuk dimintai keterangan oleh Tim Intel Kejaksaan,” ujar Sutiman saat ditemui usai pemeriksaan.
Sutiman menyebut bahwa pihaknya merasa menjadi korban dari praktik mafia tanah, yang memanfaatkan kondisi ekonomi keluarga mereka yang lemah untuk mengatur proses balik nama secara sepihak.
“Dalam hal ini kami merasa telah menjadi korban dari praktik mafia tanah yang beroperasi memanfaatkan kelemahan ekonomi. Kami berharap aparat penegak hukum tidak hanya menangani kasus ini secara administratif, tetapi juga secara pidana bila ditemukan indikasi kuat pelanggaran hukum,” ujarnya.
Kasus dugaan manipulasi administrasi pertanahan ini menambah panjang daftar laporan masyarakat tentang praktik mafia tanah yang selama ini disebut-sebut menyusup ke berbagai lini birokrasi pertanahan di Kalimantan Barat. Dalam banyak kasus, mafia tanah kerap memanfaatkan celah hukum serta kondisi sosial ekonomi masyarakat kecil untuk menguasai hak-hak atas tanah secara tidak sah.
Pihak Kejaksaan Negeri Pontianak sendiri belum memberikan keterangan resmi terkait proses pemeriksaan ini. Namun sumber internal menyebutkan bahwa Tim Intel tengah mendalami unsur-unsur dugaan tindak pidana dalam proses balik nama sertifikat tersebut, termasuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain yang secara aktif maupun pasif mendapatkan keuntungan dari proses tersebut.
Masyarakat berharap agar penyelidikan yang dilakukan kejaksaan tidak berhenti pada proses klarifikasi administratif, tetapi juga menyentuh aspek penegakan hukum pidana bila terdapat indikasi pelanggaran hukum yang serius.
Sumber: Sutiman
Red/Gun*



