Laporan : Sultan
Jakarta, Alasanews, com Aliansi Mahasiswa Merdeka (AMM) dijadwalkan akan menggelar aksi damai di depan gedung Kejaksaan Agung dan KPK di Jakarta, Rabu ( 26/11-2025).
Koordinator AAM Askar melalui siaran persnya mengatakan dalam aksinya itu AAM mendesak aparat penegak hukum segera menindaklanjuti dugaan korupsi APBD Kabupaten Buol sekitar Rp 37 Milyar terkait pengadaan sapi dan pembangunan sarana dan prasarana Mini Ranch di era pemerintahan sebelumnya.
Askar meminta agar penegakan hukum dilakukan secara transparan, termasuk menelusuri dugaan keterlibatan mantan Bupati Buol dalam pengelolaan proyek Pengadaan tersebut.
Dalam pernyataannya, Askar menyebut bahwa sejumlah kejanggalan patut diselidiki lebih jauh.
Ia menilai bahwa nilai anggaran yang besar tidak sebanding dengan kondisi lapangan yang ditemukan pada distribusi dan pemanfaatan sapi. Indikasi ketidaksesuaian jumlah ternak serta dugaan ketidak teraturan administrasi disebut sebagai alasan utama mengapa penyelidikan harus segera dibuka.
“Penyelidikan ini penting untuk memastikan tidak ada praktik penyalahgunaan anggaran. Apalagi jika ada nama pejabat daerah yang disebut, maka proses hukum harus berjalan objektif dan tidak tebang pilih,” ujar Askar
mereka menekankan bahwa Mega proyek
yang di Anggarkan Melalui APBD Dari tahun 2018 sampai 2022 tersebut merupakan bagian dari program penguatan ekonomi masyarakat.
Karena itu, jika ditemukan adanya penyimpangan, maka dampaknya secara langsung berpengaruh pada keberlangsungan sektor peternakan dan kesejahteraan masyarakat.
Askar juga mengimbau agar aparat penegak hukum memberikan informasi yang terbuka kepada masyarakat mengenai perkembangan penanganan laporan yang telah masuk. Transparansi, menurutnya, diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik.
Hingga laporan ini diturunkan, aparat terkait belum memberikan keterangan resmi mengenai langkah penyelidikan. Namun Aliansi Mahasiswa Merdeka (AMM) memastikan akan terus melakukan pemantauan dan mendorong penanganan kasus ini sampai tuntas Di Kejaksaan Agung RI dan KPK RI.
Kasus ini Sudah Pernah Di Jejaki oleh Polda Sulteng. Akan Tetapi memberikan Hasil Yang Diduga Ada Kongkalikong Antara Pelaku Utama Serta Aparat Pemeriksa.
Maka dari itu. Kami siap Dorong kasus Ini melalui Aksi Unjuk Rasa Sampai Berjilid jilid .
" Dan kami pastikan, siapa pun yang akan Menghalangi Mandat Rakyat Ini. Maka Dia adalah Bagian Dari Penghianat" tegas Askar
Sementara dilansir dari media Butolpos sebelumnya Kasus ini pertama kali mencuat ke publik pada 2022, ketika penyidik Unit I Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulteng menurunkan tim investigasi ke Buol.
Tim tersebut memeriksa sejumlah pejabat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) serta pihak ketiga yang terlibat dalam proyek ambisius itu. Namun, setelah dua tahun berlalu, belum ada kejelasan hukum yang berarti.
Proyek yang seharusnya menjadi kebanggaan daerah itu mencakup berbagai komponen—dari penanaman rumput gajah untuk pakan ternak, pembangunan base camp, mini ranch, hingga pengadaan sapi pada 2018, 2019, dan 2020. Anggaran besar yang digelontorkan tampak tak sebanding dengan hasil yang kini terlihat di lapangan. “Dulu sapi-sapinya besar-besar, banyak juga tenaga kerja yang dilibatkan.
Sekarang tinggal kandangnya saja, itupun sudah rusak,” kata seorang warga sekitar lokasi peternakan di Kecamatan Momunu, kepada Alasanews.com dengan nada kecewa.
Perhatian publik terhadap kasus ini meningkat pada 2022, terutama setelah sejumlah pejabat dan kontraktor proyek dipanggil penyidik untuk memberikan keterangan.
Namun, setelah gelombang pemeriksaan itu mereda, seolah tak ada lagi kabar lanjutan.
Sumber internal aparat penegak hukum di Palu menyebutkan bahwa penyidikan sempat mengalami kendala teknis dan administrasi.
Namun, publik di Buol mulai mempertanyakan komitmen aparat dalam mengusut tuntas dugaan penyimpangan keuangan negara dalam proyek bernilai miliaran rupiah itu.
Kini, kawasan yang dulunya dirancang menjadi pusat peternakan modern berubah menjadi lahan terbengkalai.
Rumput gajah yang dulu hijau subur telah mengering, pagar proyek mulai roboh, dan fasilitas pengolahan pakan ternak tidak lagi berfungsi. “Ini contoh nyata proyek yang gagal karena lemahnya pengawasan,” ujar seorang aktivis antikorupsi lokal.
Lembaga swadaya masyarakat dan pemerhati kebijakan publik di Sulawesi Tengah pun mendesak Polda untuk membuka kembali hasil penyelidikan dan menjelaskan kepada publik sejauh mana proses hukum berjalan.
“Transparansi adalah kunci. Jika tidak, publik akan menilai ada yang ditutupi,” tegas mereka.
Kekecewaan masyarakat semakin dalam karena proyek ini awalnya diharapkan mampu membuka lapangan kerja baru dan menggerakkan ekonomi lokal. Namun, alih-alih menjadi sumber kesejahteraan, proyek tersebut kini menjadi simbol pemborosan dan kegagalan tata kelola anggaran daerah.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Polda Sulawesi Tengah belum memberikan pernyataan resmi mengenai kelanjutan kasus dugaan korupsi agribisnis peternakan Buol. Publik kini menunggu—apakah penegakan hukum akan berjalan transparan dan tuntas, atau justru menguap seperti debu di padang kering tempat proyek itu berdiri***


