×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Integritas Untuk Masa Depan Bermartabat (Kampus Harus Turut Memproduksinya)

| 07:11 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-12T00:11:03Z

 


Oleh: Dr Muhd Nur Sangadji

Warren Buffett pernah berkata, carilah tiga hal pada seseorang: kecerdasan, semangat, dan integritas. Kalau dia tidak punya yang terakhir, maka dua lainnya tidak berarti.


Sahabat jurnalis senior dari Ternate, Alwi Alhadar, baru-baru ini mengirimkan berita yang dilansir Majalah Tempo edisi 28 April 2025. Judulnya saja sudah mengerikan: Integritas Rendah Lembaga Pendidikan: Alarm Nilai Integritas Sekolah dan Universitas yang Merosot.


Informasi tentang integritas akademik di Indonesia kembali mencuat, kali ini dengan angka yang fantastis dan mengkhawatirkan. Di sekolah, ditengarai hanya tersisa sekitar 20 persen anak kita yang jujur. Di tingkat universitas, lebih parah lagi, tinggal 2 persen saja.


Saya teringat, pada tahun 1997 menjelang kepulangan saya ke tanah air, saya menyaksikan keseriusan pemerintah Prancis memberikan efek jera pada para penyontek akademik di sekolah dan kampus mereka.


Bila ada mahasiswa menyontek temannya, ia akan dikeluarkan dari universitas itu dan ditolak di seluruh universitas di Prancis. Rancangan undang-undang tersebut sedang disiapkan saat itu. Saya tidak mengikuti lagi perkembangannya karena sudah terlanjur pulang, tetapi saya mengalami dan merasakan bagaimana ketatnya pengawasan pada saat ujian berlangsung. Dosen pengawas ujian berdiri tanpa berkedip di depan kelas sambil bergerak perlahan ke sana ke mari.


Ketika pulpen sahabat saya jatuh ke lantai, dia tidak dibolehkan untuk mengambilnya sendiri. Dosen pengawas mencegah dengan suara menggelegar ketika kawan itu mencoba menunduk. Dosen itu berteriak: "No, n'amene pas vous meme... Je vous serve" (Jangan kamu mengambilnya sendiri... Saya yang akan melayani Anda).


Ada sedikit lucu, saat tiba-tiba ada kawan lain bergegas berdiri. Dosen menyela: "vous allez ou..?" (Anda mau ke mana?). Kawan itu menjawab: "je veux aller au toilet" (Saya mau pergi ke toilet). Dosen menjawab: "oooh, pour ca... je ne peut pas vous serve" (Oh... kalau itu, saya tidak bisa melayani Anda). Satu kelas pun tertawa sejenak.


Yang ingin saya sampaikan melalui cerita pengalaman pribadi ini adalah soal integritas dan kesungguhan. Kita melihat bagaimana negara itu mempersiapkan generasi berintegritas, dan bagaimana kesungguhan para dosen menjalankan komitmen pengawasan bermartabat.


Coba kita bandingkan dengan kondisi di negeri kita. Kedua-duanya lemah: aturan dan aktor pengawasnya. Efeknya terasa sampai ke ruang publik. Hasil pembangunan fisik sebagai contoh, sering kali buruk kualitasnya. Padahal di sana ada syarat dan tenaga yang mengatur dan mengawasi. Sering terjadi penyimpangan justru akibat bersekongkolnya aktor pengatur dan pengawas tersebut.


Di dunia kampus, ditengarai maraknya kasus plagiasi publikasi. Ramai beberapa waktu silam, kemudian redup lagi. Pelakunya dominan para dosen yang ingin meraih jabatan fungsional terhormat, Profesor dan Doktor. Mereka mencari status terhormat dengan jalan yang tidak terhormat. Orang lantas berkata, bagaimana mahasiswa tidak menyontek kalau gurunya saja begitu? Karena itu, tidak keliru pepatah lama: guru kencing berdiri, murid kencing berlari.


Jadi, kalau negara bersungguh-sungguh, bukan cuma murid, tapi guru dan dosen yang menempuh jalan curang akademik ini harus dievaluasi serius oleh kementerian pendidikan.

Pagi ini, saya berikan nasihat kolektif kepada mahasiswa saya di kuliah alam. Saya tunjukkan angka kesedihan pendidikan Indonesia: 70-an dan 90-an persen mahasiswa Indonesia adalah penyontek ujian di kelas. Lalu saya sebutkan kata-kata ini: "Kecuranganmu akan ikut mengutuk masa depanmu sendiri."


Maka, jujurlah untuk meraih masa depan yang bermartabat. Dan, inilah integritas itu . Maka, kampus harus memproduksinya, karena untuk yang demikian itulah hakikat dibentuknya Universitas.***

×
Berita Terbaru Update