×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pengamat: Pontianak Jadi “Wastafel Raksasa” Dampak Kerusakan Lingkungan Hulu Kalbar!

| 20:39 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-18T13:40:03Z


Alasannews.com | PONTIANAK — Kota Pontianak berada tepat di titik pertemuan dua sungai besar, Sungai Kapuas dan Sungai Landak, sebelum alirannya menuju laut. Posisi ini menjadikan Pontianak ibarat “wastafel raksasa” yang menampung seluruh limpahan air dari wilayah pedalaman Kalimantan Barat.


Menurut Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, setiap perubahan lingkungan di hulu sungai akan langsung berdampak ke Pontianak sebagai wilayah paling hilir.


“Baik aliran dari Sungai Kapuas maupun Sungai Landak, semuanya bermuara di Pontianak. Ini fakta geografis yang tidak bisa dihindari,” ujarnya, kepada awak media disalah satu warung kopi Kota Batu, Kamis, 17 Desember 2025.


Ia menjelaskan, ketika di wilayah hulu seperti Kapuas Hulu, Sintang, atau Melawi terjadi pembukaan lahan secara masif dan penggundulan hutan, daya serap tanah menurun drastis. Akibatnya, air hujan tidak lagi tertahan di tanah, melainkan langsung mengalir ke sungai dan meningkatkan debit air yang pada akhirnya sampai ke Pontianak.


Masalahnya tidak berhenti pada volume air. Kerusakan lingkungan di hulu juga membawa lumpur dan sedimen ke hilir. Endapan ini menyebabkan pendangkalan sungai di sekitar Pontianak, sehingga kapasitas tampung sungai semakin mengecil. Dalam kondisi tertentu, sungai tidak lagi mampu menyalurkan air secara optimal.


“Pontianak menghadapi persoalan yang tidak dialami daerah lain di Kalimantan Barat,” kata Herman.


“Ketika debit air dari kabupaten-kabupaten di sepanjang Sungai Kapuas meningkat, seluruhnya akan mengalir ke Pontianak karena posisinya berada di paling hilir.”


Kondisi tersebut diperparah oleh topografi Kota Pontianak yang sangat rendah. Bahkan, berdasarkan sejumlah informasi, beberapa bagian kota berada di bawah permukaan laut. Saat air laut pasang, aliran air sungai menuju laut menjadi terhambat. Akibatnya, air ‘tertahan’ di dalam kota.


Di sisi lain, Herman menegaskan bahwa pembenahan internal kota juga tidak bisa diabaikan. Drainase primer dan parit sekunder di Pontianak perlu dibenahi secara serius. Selain itu, pembangunan kolam retensi atau kolam tampung air menjadi kebutuhan mendesak.


“Ketika terjadi hujan lokal dengan curah hujan tinggi di dalam kota, air sulit dialirkan jika drainase tersumbat dan konektivitas antarparit belum optimal,” jelasnya.


Berdasarkan berbagai fakta tersebut, Herman menyimpulkan bahwa Pontianak pada dasarnya adalah “korban” dari posisi geografisnya sendiri. Tanpa kebijakan Manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terintegrasi dari hulu ke hilir, upaya Pemerintah Kota Pontianak dalam memperbaiki drainase hanya akan bersifat paliatif.


“Itu hanya meringankan gejala, bukan menyembuhkan penyakitnya,” tegas Herman.


“Solusi banjir Pontianak tidak bisa berdiri sendiri. Harus ada kebijakan lintas daerah yang serius dan konsisten dari hulu sampai hilir.” tutupnya.




Sumber : Dr.Herman Hofi Munawar,SH

(Pengamat Kebijakan Publik)

Red/Gun*

×
Berita Terbaru Update