Alasannews.com|Pontianak, Kalimantan Barat — Minggu, 22 Juni 2025|Pasar-pasar tradisional dan swalayan di Kalimantan Barat kini tengah dibanjiri produk impor ilegal yang tidak melalui prosedur resmi. Fenomena ini dinilai merugikan petani lokal dan membahayakan keselamatan konsumen. Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, mendesak pemerintah daerah agar segera mengambil tindakan tegas.
Dalam keterangannya yang disampaikan melalui pesan WhatsApp pada Minggu (22/06/2025), Dr. Herman mengungkapkan keprihatinannya atas masuknya berbagai produk luar, baik dari luar Kalbar maupun luar negeri, yang semakin menggeliat liar di pangsa pasar Kalimantan Barat dan Kota Pontianak.
“Sudah menjadi rahasia umum bahwa pasar tradisional dan sejumlah swalayan di Kalbar dibanjiri produk-produk ilegal, seperti bawang putih, apel, hingga makanan olahan dari RRC, Malaysia, dan Thailand. Ini jelas memukul petani lokal dan menimbulkan ancaman serius terhadap keamanan pangan,” tegas Dr. Herman.
Pantauan langsung di Pasar Flamboyan dan Swalayan Kaisar, Pontianak, menunjukkan dominasi produk-produk asing tanpa izin edar dari BPOM maupun tanpa sertifikasi halal. Produk-produk ini bebas dijual tanpa pengawasan memadai, seolah-olah terjadi pembiaran struktural dari pihak berwenang.
Menurut Dr. Herman, maraknya barang-barang ilegal ini disebabkan lemahnya sistem pengawasan, terutama di kawasan perbatasan dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Ia menyoroti betapa jalur tikus dan titik rawan lainnya di perbatasan Kalbar-Malaysia belum tersentuh pengawasan maksimal.
“Tidak hanya soal ekonomi, ini menyangkut keamanan pangan kita. Produk makanan tanpa pengawasan BPOM berisiko mengandung bahan berbahaya atau bahkan telah kedaluwarsa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dr. Herman mengingatkan bahwa maraknya produk ilegal tersebut telah melanggar berbagai regulasi nasional, antara lain:
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang melarang peredaran produk yang tidak memenuhi standar keamanan dan kesehatan;
Permendag No. 18 Tahun 2021, yang mengatur bahwa impor produk hortikultura seperti bawang putih harus mengantongi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian;
UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan semua produk makanan impor memiliki sertifikasi halal dari BPJPH;
UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, yang menyatakan bahwa barang yang masuk tanpa melalui prosedur bea cukai dikategorikan sebagai penyelundupan, dengan ancaman pidana hingga 7 tahun penjara dan denda hingga Rp 5 miliar.
“Anehnya, aparat dan instansi yang seharusnya bertanggung jawab justru terlihat pasif. Harus ada penindakan nyata. Jangan sampai Kalbar menjadi pasar bebas barang ilegal,” tegasnya.
Dr. Herman mendesak Pemda Kalbar bersama unsur Forkopimda untuk lebih proaktif mengendalikan arus masuk produk ilegal. Ia juga mendorong Bea Cukai agar meningkatkan patroli dan pengawasan terhadap barang masuk, khususnya di wilayah perbatasan darat dan pelabuhan sungai.
“KSOP juga harus memperketat pengawasan atas operasional TUKS di sepanjang Sungai Kapuas. Jangan sampai TUKS menjadi pintu belakang bagi penyelundupan barang-barang konsumsi,” pungkasnya.(*/Gun)
Sumber: Dr. Herman Hofi Munawar – Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik


