Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Anggaran Miliaran Rupiah Mengalir ke Proyek Rumah Adat Jawa, Status Tanah Simpang Siur – Warga Ketapang Minta KPK Turun Tangan

| 22:32 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-31T15:32:32Z

Anggaran Miliaran Rupiah Mengalir ke Proyek Rumah Adat Jawa, Status Tanah Simpang Siur – Warga Ketapang Minta KPK Turun Tangan‼️
Alasannews.com|Ketapang, Kalbar - Pembangunan Rumah Adat Jawa di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, yang telah berjalan sejak 2019 dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kini menuai sorotan tajam publik. Penyebabnya, status kepemilikan lahan tempat berdirinya rumah adat tersebut hingga kini masih dipertanyakan, sementara anggaran proyek terus mengalir setiap tahun, bahkan disebut akan berlanjut pada 2025 mendatang.

Proyek yang digagas Dinas Pariwisata Kabupaten Ketapang ini pada awalnya dimaksudkan untuk pelestarian budaya Jawa dan mendukung sektor pariwisata lokal. Namun, di tengah progres pembangunan fisik yang tampak masif, muncul dugaan persoalan administratif yang belum diselesaikan, yakni ketidakjelasan status hukum atas lahan tempat berdirinya bangunan tersebut.

Berdasarkan penelusuran media ini, proyek pembangunan rumah adat tersebut telah berlangsung lima tahun berturut-turut sejak 2019 hingga 2024. Mengacu pada Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP), pembangunan rumah adat itu masih terdaftar sebagai proyek berlanjut pada tahun anggaran 2025.

“Kami tidak tahu tanah itu milik siapa. Ada yang bilang tanah milik paguyuban, ada juga yang bilang tanah milik pribadi. Tapi tiap tahun anggaran pembangunan jalan terus,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Upaya konfirmasi oleh awak media kepada Dinas Pariwisata belum membuahkan hasil. Sementara, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Ketapang justru mengarahkan untuk kembali menghubungi Dinas Pariwisata. Situasi ini menimbulkan kesan kurangnya transparansi antarinstansi dalam hal pengelolaan aset publik yang dibiayai oleh uang rakyat.

Menanggapi polemik ini, Kepala BPKAD Kabupaten Ketapang, Donatus Franseda, menyatakan bahwa secara prinsip, semua aset yang dibangun menggunakan anggaran daerah adalah milik pemerintah, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Sepanjang pembangunan Rumah Adat Jawa dibangun menggunakan anggaran APBD Kabupaten Ketapang, maka aset Rumah Adat Jawa tersebut adalah Barang Milik Daerah (BMD) atau aset Pemerintah Kabupaten Ketapang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan,” tegas Donatus dalam keterangan resminya kepada media.

Ia menambahkan, pengelolaan keuangan daerah harus mengacu pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi, yang wajib dipatuhi oleh setiap perangkat daerah.

Namun, pernyataan tersebut dinilai belum menjawab secara langsung status legalitas lahan yang menjadi lokasi proyek. Apakah tanah itu memang sudah tercatat dalam aset milik Pemda, milik komunitas atau paguyuban, atau bahkan masih berstatus milik pribadi?

Hal ini menjadi krusial karena, menurut hukum pertanahan dan pengelolaan aset negara, bangunan yang berdiri di atas tanah milik pribadi tidak serta-merta menjadi milik negara, meskipun pembangunannya dibiayai oleh APBD.

Lebih lanjut, muncul pula dugaan bahwa tanah yang digunakan adalah tanah ulayat milik komunitas adat Jawa yang bermukim di Ketapang, namun dalam praktiknya disebut-sebut masih tercatat atas nama pribadi, bahkan dihubungkan dengan seorang oknum anggota DPRD yang pernah menjabat sebagai Ketua Paguyuban Jawa setempat.

Jika benar tanah itu milik komunitas, maka segala bentuk alih fungsi atau pembangunan semestinya dilakukan melalui proses musyawarah adat dan pengesahan legal oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Ketentuan ini sejalan dengan prinsip hukum adat yang masih berlaku dalam beberapa komunitas di Indonesia, termasuk Ketapang.

“Kalau ini benar milik paguyuban, maka seharusnya tidak bisa digunakan tanpa proses adat. Tapi kalau ini tanah pribadi, mengapa dana APBD bisa digunakan di atasnya? Ini harus diselidiki,” ujar seorang tokoh masyarakat yang turut meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan.

Kekhawatiran masyarakat bukan tanpa alasan. Jika proyek senilai miliaran rupiah ini berjalan di atas lahan yang belum sah dimiliki Pemda, maka bukan hanya ada potensi pelanggaran administratif, tapi juga potensi kerugian negara dan indikasi penyalahgunaan wewenang dalam penganggaran.

Desakan agar KPK turun tangan mengusut proyek ini pun semakin menguat, terutama dari kalangan masyarakat sipil dan tokoh lokal yang mendesak transparansi dan kejelasan status aset daerah.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Ketapang terkait status lahan tersebut. Sementara, pihak DPRD juga belum merespon permintaan wawancara yang dilayangkan oleh media ini.

Masyarakat berharap pemerintah daerah segera memberikan penjelasan terbuka terkait kepemilikan lahan dan status aset rumah adat tersebut. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik merupakan bagian penting dari pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.

Tim -Liputan 
Red/Tim*
×
Berita Terbaru Update