Alasannews.com|Ketapang, Kalimantan Barat —
Di tengah antrean panjang kendaraan rakyat kecil untuk mendapatkan solar subsidi di berbagai SPBU, ironi besar justru terjadi di jantung aktivitas pertambangan emas ilegal di Kalimantan Barat. Diduga kuat, BBM bersubsidi yang seharusnya dinikmati nelayan dan petani, justru dialirkan ke alat berat yang beroperasi di lokasi Pertambangan Tanpa Izin (PETI), seperti di kawasan Padang Kuning, Kabupaten Ketapang.
Fenomena ini tidak lagi menjadi desas-desus. Hasil penelusuran dan keterangan sejumlah sumber di lapangan menunjukkan adanya dugaan keterlibatan aktor-aktor besar dalam rantai distribusi ilegal BBM dan tambang emas. Alur kerja yang sistematis dan terorganisir membuat operasi ini nyaris tak tersentuh penegakan hukum.
“Kami antre berjam-jam di SPBU demi solar subsidi untuk pekerjaan kami, sementara di tambang emas, ekskavator bisa bebas beroperasi. Solar subsidi masuk ke sana tanpa hambatan,” ungkap R (inisial), sopir truk lintas Ketapang yang meminta identitasnya disamarkan.
Informasi yang diperoleh tim investigasi mengarah pada satu nama besar berinisial Oset, yang disebut-sebut sebagai pemilik tambang sekaligus pemasok solar bersubsidi ke wilayah PETI. Dugaan kuat, distribusi BBM subsidi yang disalurkan menggunakan mobil tangki ini dilakukan secara rutin dan terstruktur. Aparat penegak hukum disebut-sebut telah mengetahui praktik ini, namun hingga kini belum ada tindakan tegas yang terlihat di lapangan.
Aktivitas pertambangan ilegal ini tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif, tetapi juga meninggalkan bekas berupa lubang-lubang tambang dalam yang berbahaya, serta mengganggu ekosistem di sekitar wilayah operasional tambang.
Sejumlah regulasi sejatinya telah mengatur larangan terhadap penyalahgunaan BBM subsidi dan praktik pertambangan tanpa izin, antara lain:
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas)
Penyalahgunaan BBM subsidi dapat dikenakan pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
Kegiatan pertambangan tanpa izin diancam pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.
Pasal 55 KUHP
Siapa pun yang turut serta atau membantu tindak pidana dapat dijatuhi hukuman setara dengan pelaku utama.
Namun fakta berbicara lain. Sejumlah alat berat tetap terlihat beroperasi di lokasi PETI. Solar bersubsidi tetap mengalir. Aktivitas pengangkutan emas ilegal tetap berlangsung. Hal ini menunjukkan adanya pembiaran, bahkan dugaan keterlibatan pihak-pihak yang seharusnya menegakkan hukum.
Kondisi ini mengundang pertanyaan besar dari publik. Mengapa aparat penegak hukum hanya menyasar penambang kecil yang menggunakan dulang dan peralatan manual, tetapi seolah enggan menyentuh aktor utama di balik mafia tambang dan distribusi BBM subsidi?
Apakah ini bentuk ketidakmampuan, kelalaian, atau indikasi keterlibatan oknum di dalam sistem?
Jika praktik ini dibiarkan berlanjut, maka konsekuensinya bukan hanya kerugian ekonomi negara dan kerusakan lingkungan, tetapi juga erosi kepercayaan publik terhadap institusi negara. Ketika hukum lumpuh di hadapan kekuasaan dan uang, maka negara sejatinya sedang kalah di tanahnya sendiri.
Saat ini bukan waktunya untuk sekadar seremonial dan retorika. Masyarakat membutuhkan ketegasan nyata dari aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian, Kejaksaan, hingga Kementerian ESDM dan BPH Migas, untuk membongkar dan menghentikan praktik mafia BBM dan PETI.
Pemerintah daerah pun dituntut tidak tinggal diam, sebab dampak dari aktivitas ini bukan hanya bersifat sementara, tetapi akan membebani generasi mendatang dengan kerusakan ekologi dan konflik sosial.
Jika negara ingin menang, tindakan konkret harus segera dilakukan. Mulai dari menutup akses distribusi solar bersubsidi ke PETI, menyita alat berat yang tidak berizin, hingga menyeret aktor utama ke proses hukum yang transparan dan akuntabel.
Karena jika tidak, maka rakyat yang selama ini taat dan menahan diri, bisa saja mengambil sikap perlawanan—dan itu akan menjadi potret kegagalan negara dalam menegakkan keadilan.
Sumber : Tim Investigasi
Red/Tim*



