Direktur LSM GIAK, Hendrik Lamo SE
ALASANnews.com, TOLITOLI — Aksi penarikan kendaraan oleh sejumlah perusahaan pembiayaan (finance) di Kabupaten Tolitoli menuai kecaman keras. Warga yang merasa dirugikan melaporkan kasus ini ke Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Indonesia Anti Korupsi (Giak) dan langsung mendapat perhatian DPRD Tolitoli.
Direktur LSM Giak, Hendrik Lamo, menegaskan bahwa pihaknya menerima banyak aduan masyarakat terkait praktik penarikan kendaraan yang dinilai sewenang-wenang. “Siang tadi (4/9) kami melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPRD Tolitoli untuk memperjuangkan hak warga,” ujarnya.
Dua pengadu yang hadir langsung dalam forum itu yakni Jasmin dari Kecamatan Dondo dan Neni dari Kecamatan Baolan. Keduanya menceritakan pengalaman pahit setelah kendaraan yang mereka kredit ditarik paksa, padahal cicilan tinggal beberapa bulan lagi lunas.
Menurut Hendrik, perusahaan pembiayaan seperti SMS, BAF, BFI diduga kuat melakukan penarikan kendaraan tanpa mengikuti prosedur hukum. “Mereka tidak mengacu pada Undang-Undang Fidusia. Kendaraan bisa ditarik kapan saja tanpa surat pengadilan. Ini jelas melanggar hukum,” tegasnya.
RDP yang berlangsung di gedung DPRD Tolitoli dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPRD, Risman SE, dan dihadiri 8 anggota dari total 30 anggota dewan. Beberapa anggota menyayangkan tindakan finance yang dianggap merugikan rakyat kecil. Mereka menilai praktik semacam ini tidak boleh dibiarkan karena menyangkut hajat hidup masyarakat.
Salah seorang anggota DPRD bahkan menekankan bahwa kendaraan bukan sekadar barang mewah, tetapi sarana mencari nafkah. “Jika kendaraan ditarik begitu saja, otomatis ekonomi keluarga lumpuh. Ini bukan perkara kecil,” ucapnya.
Warga yang hadir dalam forum pun tak kuasa menahan emosi. Neni, salah satu korban, menitikkan air mata saat menceritakan dampak penarikan mobilnya terhadap kehidupan keluarganya. “Usaha terhenti, anak-anak juga ikut susah. Kami hanya ingin keadilan,” katanya.
Sayangnya, undangan DPRD kepada perwakilan perusahaan pembiayaan tidak diindahkan. Ketidakhadiran mereka dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap lembaga legislatif sekaligus sikap tidak menghargai masyarakat Tolitoli.
DPRD berjanji akan menindaklanjuti kasus ini ke tingkat provinsi bahkan pusat. “Kami tidak akan membiarkan warga menjadi korban praktik ilegal ini,” tegas pimpinan dewan, seraya memastikan ada langkah hukum yang akan ditempuh untuk memberi perlindungan bagi nasabah.wahyu/red


