Alasannews.com | ENTIKONG, KALBAR — Seorang wartawan media Penamerah.co.id mengaku mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari oknum petugas di Kantor Imigrasi Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, saat menjalankan tugas jurnalistik. Insiden tersebut diduga berkaitan dengan aktivitas pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui pintu resmi perbatasan Indonesia–Malaysia.(12/10)
Wartawan yang ditugaskan itu menuturkan, kedatangannya ke Kantor Imigrasi Entikong semata untuk mengonfirmasi informasi mengenai dugaan keberangkatan PMI melalui jalur resmi perbatasan. Namun, di luar dugaan, salah seorang pegawai meminta kartu tanda anggota (KTA) pers dengan alasan akan dilaporkan kepada atasan.
“Padahal kami hanya ingin konfirmasi terkait aktivitas di perbatasan berdasarkan data yang kami miliki. Tapi malah diminta kartu pers dan beberapa hari kemudian KTA itu tersebar di kalangan sopir travel dan calo PMI di wilayah Entikong,” ungkap wartawan tersebut kepada media, Jumat (10/10/2025).
Peristiwa ini menjadi sorotan serius, terutama karena menyangkut penyebaran data pribadi tanpa izin pemilik. KTA pers yang seharusnya hanya digunakan untuk keperluan identifikasi profesional, justru diduga disebarkan secara tidak semestinya oleh pihak internal instansi publik.
Lebih ironis lagi, saat kejadian berlangsung, tidak ada satu pun pejabat struktural utama di Kantor Imigrasi Entikong yang dapat ditemui. Berdasarkan informasi yang diperoleh, baik kepala kantor maupun kepala seksi tengah berada di Jakarta untuk urusan kedinasan. Kondisi tersebut dinilai mencerminkan lemahnya sistem pelayanan publik dan pengawasan internal di lingkungan instansi tersebut.
Menanggapi hal itu, Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, SH, menilai tindakan penyebaran identitas wartawan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan jelas merupakan pelanggaran serius terhadap perlindungan data pribadi.
“Tindakan membocorkan atau menyebarluaskan KTA wartawan kepada pihak di luar institusi, apalagi kepada sopir travel atau calo PMI, tidak hanya tidak etis, tetapi juga melanggar hukum. Ini jelas bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi,” tegas Dr. Herman.
Ia menambahkan, petugas publik, terutama yang bertugas di wilayah strategis seperti perbatasan negara, semestinya memahami prinsip dasar pelindungan data dan menghormati profesi jurnalis yang menjalankan tugas konstitusional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Jika benar data pribadi jurnalis disebarluaskan oleh oknum pegawai, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etik sekaligus pidana. Aparat pengawas internal Kemenkumham perlu menindaklanjuti kasus ini dengan investigasi mendalam,” tutupnya.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan transparansi dan akuntabilitas di kawasan perbatasan Entikong, yang selama ini dikenal sebagai titik rawan dalam pengawasan arus keluar masuk tenaga kerja migran.
Sumber : Korban(Awak Media ZL)
Tim/Redaksi*



