Penulis Suleman Dj.Latantu
Buol, Alasanews com. Setelah berhasil melakukan operasi sekaligus menahan dua orang terduga pelaku penambangan emas ilegal (Peti) di kawasan Hutan Produksi Terbatas ( HPT ) Desa Gio Barat Kecamatan Moutong Kabupaten Parigi Moutong, Tim Gakumhut Wilayah Sulawesi bersama Personil Dinas Kehutanan Sulteng juga diharapkan dapat melakukan operasi yang sama di kawasan
hutan Bugu yang membentang di perbatasan Gorontalo dan Sulawesi Tengah, tepatnya di Wilayah Kecamatan Paleleh.
Menyusul adanya aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) yang kian berani menembus batas wilayah konservasi.
Menurut laporan warga, untuk memasuki lokasi Peti di Bugu wilayah Gorontalo akses jalan utama melewati kawasan hutan lindung di Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
" Akses jalan ini sudah cukup lama menjadi alternatif utama yang dilalui alat berat" kata seorang warga Paleleh yang meminta namanya disamarkan.
Ia menunjuk arah Kuala Besar, tempat jalan setapak lama kini berubah menjadi jalur tambang yang menganga, dengan sisa batang kayu besar tergeletak di pinggirnya.
Ketua LSM Bumi Bakti, Ahmad Pombang menyatakan wilayah itu jelas adalah kawasan hutan lindung,”
Dikatakan, mereka melanggar peraturan dan perundang undangan lingkungan hidup dan kehutanan. Sehingga perlu dilakukan penindakan dari pihak terkait.
Tudingan menggema di tengah keprihatinan atas lemahnya pengawasan kehutanan di daerah perbatasan.
Kawasan hutan lindung Bugu–Marisa bukan hanya menjadi benteng ekologis dua provinsi, tetapi juga penyangga kehidupan bagi desa-desa di sekitarnya.
Pengrusakan vegetasi di lereng curam berisiko memicu banjir dan longsor yang dapat melanda permukiman warga Paleleh. “Ini bukan sekadar tambang ilegal.
Ini ancaman ekologis lintas provinsi,” kata seorang aktivis lingkungan di Buol yang aktif memantau pergerakan alat berat melalui citra satelit dan laporan warga. Ia menegaskan, jika tidak segera dihentikan, kerusakan di wilayah itu akan menular ke kawasan hutan Marisa–Boliyohuto di Gorontalo, yang selama ini dikenal sebagai paru-paru utara Sulawesi.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sebenarnya telah menunjukkan komitmen untuk menertibkan praktik PETI.
Gubernur Anwar Hafid dalam berbagai kesempatan menegaskan “tidak ada toleransi bagi perusakan lingkungan.” Namun di lapangan, kebijakan itu tampaknya belum diterjemahkan menjadi tindakan nyata.
Hingga kini, belum ada operasi terpadu ataupun penegakan hukum yang menyinggung kasus Bugu.
Sementara menurut Kepala KPH Pogogul, Abram S.Hut pihaknya telah mengirim laporan resmi ke Dinas Kehutanan Provinsi.
“Laporan lengkap sudah kami kirim seminggu lalu,” tulisnya melalui pesan singkat.
Namun, tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai langkah konkret yang akan diambil oleh pihak penegak hukum
Para pemerhati lingkungan menilai, fenomena ini menunjukkan jurang antara kebijakan dan kenyataan.
Di atas kertas, agenda penegakan hukum lingkungan tampak tegas.
Namun di lapangan, suara ekskavator terus menggema, menggantikan suara burung yang dulu menjadi penanda kehidupan di hutan tropis Sulawesi.
Kini, semua mata tertuju pada Dishut Sulteng dan Gubernur Anwar Hafid.p
Akankah laporan dari Pogogul menjadi langkah awal penertiban serius atau sekadar catatan administrasi yang berdebu di laci pemerintah?
Sementara dilansir dari media KAIDAH, Id, Balai Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) Wilayah Sulawesi, Seksi Wilayah II Palu, menahan dua orang terduga pelaku penambangan emas ilegal di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Desa Gio Barat, Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Dalam operasi yang dilakukan bersama personel Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah itu, petugas menemukan dua unit ekskavator merek SANY berwarna kuning sedang beroperasi tanpa dokumen perizinan di lokasi penambangan emas.
Kedua operator alat berat, RUN (45) asal Kabupaten Gorontalo dan AJ (37) asal Kota Manado, langsung diamankan dan telah ditetapkan sebagai tersangka setelah gelar perkara.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Muhammad Neng, mengapresiasi langkah cepat tim Polhut dan Gakkumhut, dalam menertibkan praktik Penambangan
Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan hutan.
Ia mengatakan, operasi serupa akan terus dilanjutkan, dan meminta penyidik memperluas penelusuran untuk mengungkap pihak lain yang diduga terlibat.
“Kegiatan operasi dan patroli penindakan PETI akan terus kami lakukan. Kami berharap penyidikan tidak hanya berhenti pada dua tersangka,” harap Kadishut Muhammad Neng dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat, 14 November 2025 malam.
Kepala Balai Gakkumhut Wilayah Sulawesi, Ali Bahri, menegaskan, penindakan ini merupakan komitmen lembaganya, dalam menjaga kawasan hutan dari praktik ilegal yang merugikan negara dan mengancam kelestarian lingkungan.
“Setiap aktivitas di kawasan hutan wajib dilengkapi dokumen resmi. Tanpa itu berarti melanggar hukum. Kami tidak ragu menindak siapa pun yang merusak hutan,” kata Ali.
Kedua tersangka dijerat Pasal 89 ayat (1) jo Pasal 17 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang P3H yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, serta Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 50 ayat (2) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp2,5 miliar.
Gakkumhut Wilayah Sulawesi mengimbau masyarakat melaporkan setiap indikasi pelanggaran kehutanan. Penegakan hukum, kata Muhammad Neng, akan terus dilakukan demi menjaga kelestarian hutan bagi generasi mendatang. (*)





