Alasannews.com | PONTIANAK — Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, angkat bicara terkait semakin ramainya informasi mengenai polemik Napak Tilas di Kabupaten Ketapang yang menyeret dugaan keterlibatan dua tokoh publik, Martin Rantan dan Gusti Kamboja.
Menurutnya, perkembangan isu tersebut memiliki potensi menabrak prinsip dasar hukum apabila tidak disikapi dengan hati-hati.
Dr. Herman menegaskan bahwa respons publik terhadap kasus ini sudah mengarah pada spekulasi bahkan kecenderungan penghakiman.
"Dalam banyak situasi, opini publik sering kali mendahului proses hukum. Ini berbahaya karena dapat menimbulkan kesimpulan adanya kesalahan sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ujarnya, Jumat, 12 Desember 2025
Ia mengingatkan bahwa asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) merupakan jantung dari sistem peradilan yang adil dan wajib dihormati oleh seluruh pihak, termasuk lembaga penegak hukum. Tanpa penghormatan terhadap asas ini, proses hukum dapat berubah menjadi penindasan hukum.
Dr. Herman menyoroti bahwa penegakan hukum dalam kasus apa pun, termasuk dugaan penyelewengan dana publik seperti dalam perkara Napak Tilas Ketapang, harus dilakukan dengan kehati-hatian.
Pelanggaran prosedur sekecil apa pun baik dalam penyitaan, penggeledahan, maupun penetapan status hukum berpotensi menimbulkan apa yang ia sebut sebagai unlawful law enforcement.
“Jika aparat bertindak melampaui kewenangan, misalnya melakukan penyitaan tanpa dasar hukum jelas atau penetapan tersangka secara terburu-buru, maka proses tersebut cacat secara hukum. Situasi ini bukan hanya melemahkan kasus, tetapi dapat menjadi celah bagi tersangka untuk menggugurkan proses melalui praperadilan,” tegasnya.
Menurutnya, ketika masyarakat melihat aparat melanggar hukum dalam menjalankan hukum, kepercayaan publik terhadap institusi penegakan hukum akan runtuh. Bahkan lebih jauh, tindakan yang tidak sah secara prosedural bisa menjadi preseden buruk yang membuka peluang penyalahgunaan wewenang di masa depan, terutama terhadap lawan politik atau kelompok rentan.
Dr. Herman mengimbau Kejaksaan Tinggi serta lembaga penegak hukum lainnya agar bekerja profesional namun tetap menjadikan legalitas prosedural dan akuntabilitas sebagai pedoman utama.
“Biarkan proses pembuktian berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Jangan sampai ada intervensi, tekanan publik, spekulasi media, atau hidden agenda yang menunggangi proses ini,” katanya.
Dr. Herman menegaskan bahwa keberhasilan penegakan hukum bukan diukur dari seberapa cepat seseorang ditetapkan sebagai tersangka atau seberapa banyak kasus terbongkar, melainkan dari seberapa teguh aparat berpegang pada prosedur hukum itu sendiri.
“Ini ujian bagi kualitas supremasi hukum kita, khususnya di Kalimantan Barat,” tutupnya.
Dr.Herman Hofi Munawar, SH
Red/Gun*


