Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

PETI di Sungai Kapuas Kian Brutal, Diduga Ada Setoran Rp7 Juta ke Oknum Aparat!

| 19:10 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-01T12:10:08Z


Alasannews.com | SANGGAU, KALIMANTAN BARAT — Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Sanggau kembali mencuat dan menunjukkan eskalasi yang mengkhawatirkan. Puluhan lanting bermesin dompeng terlihat berjejer di aliran Sungai Kapuas, terutama di kawasan Desa Sungai Batu, Mapai, dan Semerangkai. Mesin “jek” meraung tanpa jeda sepanjang hari, menandakan operasi tambang ilegal ini berjalan terang-terangan tanpa hambatan.(02/11).


Padahal, beberapa waktu lalu Kapolda Kalimantan Barat dengan tegas menyatakan komitmen untuk memberantas PETI hingga akar masalahnya, termasuk menindak para cukong yang menjadi penyokong modal. Namun, dari fakta lapangan, komitmen tersebut belum berbuah tindakan nyata. Warga menilai pernyataan itu sebatas slogan tanpa implementasi.


Informasi yang dihimpun dari sumber lokal menyebut, para pemilik lanting diduga melakukan setoran kepada oknum aparat setempat agar dapat beroperasi dengan aman. Isu yang berkembang luas di masyarakat menyebut adanya pola setoran hingga Rp7 juta per unit per minggu. Dugaan praktik ini membuat warga semakin pesimistis terhadap keberpihakan aparat dalam penegakan hukum.


“Masyarakat sudah muak. Sungai Kapuas semakin rusak, airnya keruh, ikan mati. Tapi para pelaku tetap jalan. Aparat hanya muncul kalau sudah viral,”IW, pemerhati lingkungan.


Menurut IW, penegakan hukum di Sanggau terkesan hanya menyasar pekerja lapangan, sementara para pemodal dan dalang utamanya tak tersentuh.


Pantauan di lokasi menunjukkan perubahan drastis pada kondisi Sungai Kapuas. Air sungai yang dahulu jernih kini berubah menjadi warna cokelat pekat akibat sedimentasi lumpur dan limbah merkuri dari proses pengolahan emas.


Dampaknya dirasakan langsung oleh warga bantaran sungai. Hasil tangkapan ikan nelayan menurun drastis, dan beberapa titik sungai mengalami pendangkalan.


“Dulu kami bisa dapat ikan untuk makan dan dijual. Sekarang untuk makan saja susah,”Anto, warga Desa Mapai.


Merkuri yang digunakan dalam proses amalgamasi emas merupakan bahan berbahaya. Paparan merkuri dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan saraf, kerusakan organ, hingga cacat pada bayi dalam kandungan.


Aktivitas PETI bukan sekadar pelanggaran administratif. Tindak ini merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman berat:


UU Nomor 3 Tahun 2020 (Minerba) — Pasal 158

Penjara hingga 5 tahun

 Denda maksimal Rp100 miliar


UU Nomor 32 Tahun 2009 (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) — Pasal 98 & 99

 Penjara hingga 10 tahun

 Denda hingga Rp10 miliar


Jika terbukti ada praktik setoran atau suap kepada oknum aparat:


UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 — Pasal 12 huruf e,Penjara hingga 20 tahun


Hingga berita ini dipublikasikan, belum terlihat adanya langkah terbuka dari aparat kepolisian untuk menindaklanjuti dugaan suap tersebut.


Gelombang desakan dari tokoh masyarakat semakin kuat. Mereka meminta agar Polda Kalbar ataupun Mabes Polri membentuk tim khusus independen untuk:

Menindak para cukong PETI.

Mengusut dugaan keterlibatan oknum aparat.

Memulihkan kondisi Sungai Kapuas dan menghentikan kerusakan ekologis.


“Kalau dibiarkan, ini bukan sekadar tambang. Ini soal integritas hukum dan masa depan Sungai Kapuas,” IW, Pemerhati lingkungan.


Sungai Kapuas adalah sumber kehidupan bagi masyarakat Kalimantan Barat. Namun, kerakusan segelintir pihak dan lemahnya pengawasan hukum berpotensi menjadi awal dari bencana ekologis dan hilangnya kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.




Sumber : Tim Liputan 

Red/Tim*

×
Berita Terbaru Update