Alasannews.com|Pontianak, Kalimantan Barat | 21 April 2025 - Kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan tanah Bank Kalbar yang merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp39 miliar memasuki babak krusial. Salah satu tersangka utama, Paulus Andy Mursalim, mantan anggota DPRD Kalbar, dijadwalkan menjalani sidang perdana pada Rabu, 24 April 2025 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pontianak.
Langkah tegas Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) untuk menyeret Paulus ke meja hijau dinilai publik sebagai langkah strategis dalam upaya memberantas korupsi di daerah. Namun, perhatian masyarakat kini juga tertuju pada tiga buronan lainnya—Sudirman HMY, Tamsir Ismail, dan M. Faridhan—yang hingga kini belum berhasil ditangkap, meski telah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 14 Maret 2025.
Berdasarkan hasil penyidikan, kasus ini melibatkan modus manipulasi harga dan penyalahgunaan kekuasaan dalam proses pengadaan lahan yang seharusnya menjadi bagian dari ekspansi Bank Kalbar. Diduga kuat, pengadaan ini sarat dengan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu yang berujung pada penggelembungan harga dan pengalihan dana tidak sah.
Paulus Andy Mursalim bersama tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal terhadap pelanggaran ini mencapai 20 tahun penjara, seiring dengan besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.
Langkah hukum terhadap Paulus menjadi simbol bahwa penegakan hukum di Kalbar tidak pandang bulu. Namun, masyarakat sipil menegaskan, penindakan terhadap Paulus bukanlah akhir, melainkan awal dari proses panjang dalam membongkar aktor-aktor lain di balik skandal tersebut.
Langkah Kejati Kalbar diapresiasi banyak pihak, termasuk dari kalangan akademisi, aktivis antikorupsi, dan masyarakat umum. Namun, suara publik tetap konsisten: penangkapan ketiga buronan harus menjadi prioritas utama agar keadilan tidak berhenti pada satu orang.
Randi Prasetyo, pengamat hukum menyatakan:
“Menyidangkan seorang politisi senior seperti Paulus merupakan keputusan strategis dan berani. Namun, integritas Kejati Kalbar akan diuji lebih jauh jika mereka mampu membekuk ketiga buronan yang masih bebas.”
Senada dengan itu, Lestari Handayani, aktivis dari Koalisi Antikorupsi Kalbar, menekankan pentingnya konsistensi:
“Kami mendukung langkah ini, tapi jangan berhenti di Paulus. Keberanian kejaksaan harus dibarengi dengan ketegasan menangkap semua yang terlibat. Proses hukum tidak boleh tebang pilih.”
Masyarakat Kalbar yang telah lama kecewa terhadap praktik korupsi struktural di daerah, kini melihat peluang perubahan lewat keberanian Kejati Kalbar. Namun mereka juga menegaskan bahwa keberhasilan baru bisa dirasakan jika semua pelaku dapat diadili tanpa pengecualian.
Asep, warga Pontianak, berharap agar penegak hukum tidak bermain setengah hati:
“Kami mendukung Kejati Kalbar. Tapi kami juga ingin keadilan ditegakkan penuh. Tiga buronan itu harus segera ditangkap. Kalau tidak, ini jadi preseden buruk.”
Sementara itu, Dedi Ramadhan, Ketua LSM Transparansi Kalbar menambahkan:
“Kami mengapresiasi proses hukum terhadap Paulus. Tapi jika yang lain dibiarkan melarikan diri, kredibilitas hukum kita dipertaruhkan. Ini bukan soal pribadi, ini soal martabat hukum.”
Kejati Kalbar, melalui juru bicaranya, menyampaikan bahwa penangkapan terhadap para buronan terus diupayakan secara intensif. Mereka menegaskan tidak ada kompromi terhadap pelaku korupsi, siapapun mereka dan di manapun bersembunyi.
Langkah ini dinilai sebagai awal penting dalam membongkar jaringan korupsi di Kalbar yang selama ini dianggap tidak tersentuh. Kini, mata publik tertuju pada hasil sidang dan keberanian aparat dalam menegakkan hukum secara menyeluruh dan tuntas.
Sumber : Lidik krimsus
Redaksi/Kalbar


