Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kasus Tewasnya Brigadir Josua Hutabarat Moment Tepat Benahi Kultur Internal, Demi Citra Polri

8/18/2022 | 20:05 WIB | 0 Views Last Updated 2022-08-18T13:05:10Z


Oleh Elkana Lengkong/*

Kasus menjerat Irjen Pol FS saat itu menjabat Kadiv Propam Polri sebagai tersangka, dalam kasus pembunuhan menyebabkan tewasnya Brigadir Josua Hutabarat Jumat 8 Agustus 2022, pelajaran berharga untuk institusi Polri segera berbenah ke kultur lebih baik dimata masyarakat. Mengingat institusi negara ini adalah penegak hukum.

Tensi kekesalan warga hampir sebulan lamanya mengikuti  kasus misteri tewasnya Brigadir Josua Hutabarat langsung drop setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang dinilai sangat care akan institusi dipimpinya mengumumkan penetapan Irjen FS sebagai tersangka pembunuhan mengakibatkan tewasnya Brigadir Josua Hutabarat ditembak Bribda E  atas perintah Irjen FS.

“Bahwa tidak ditemukan, saya ulangi tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan awal,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Selasa malam 9 Agustus 2022.

Penegasan sikap tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit yang merupakan tantangan.  Hal ini menandakan dalam benahi kultur nternal Polri yang profesional dirinya tidak main-main. Sebab masih ada begitu banyak personal Polri yang telah berbuat baik dengan prestasi cemerlang untuk institusinya

Tim khusus dibentuk Kapolri akhirnya berhasil membuka tabir dengan terang menderang apa yang sebenarnya dibalik skenario  rekayasa yang sangat memiluhkan dan memalukan ini. Dan 
yang lebih miris dan memprihatikan dalam skenario ini tak tanggung-tanggung  bisa dipengaruhi oleh tersangka FS, sehingga ada puluhan  oknum anggota Bhayangkara, mulai dari Pati bintang satu, Pamen hingga prajurit ikut terlibat didalamnya.

Tentu hal ini sangat mencederai makna sumpah Tribarata dan Catur Prasatya sebagai anggota Bhayangkara, abdi negara dimata masyarakat. Jika diinternal saja, bisa mereka lakukan hal seperti itu, bagaimana mungkin jika hal itu terjadi bagi masyarakat yang ingin mencari perlindungan suatu penegakkan hukum?

Kasus yang mempertontonkan kejanggalan dari awal peristiwa , apalagi setelah jenazah korban brigadir Josua Hutabarat tiba dirumah duka orang tuanya di Jambi. Kejanggalan mulai nampak, ketika seorang pamen Propam Polri yang membawa jenazah ini meminta keluarga tak boleh membuka peti jenazah dengan alasan jenazah sudah diatopsi. Hal ini membuat sang ayah korban berang tak terima dan histeris meminta peti jenazah putranya itu harus dibuka. Ada apa? Sudah tewas ditembak tapi tak boleh membuka peti mati putranya? Dan setelah dibuka sangat memilukan ternyata ditubuh putranya ditemukan ada sejumlah luka tembakan dan juga ditemukan sayatan senjata tajam.

Kejanggalan yang tak masuk akal ini mengundang perhatian jutaan masyarakat Indonesia. Mengapa? sebab kasus misteri ini terjadi dibagian dari institusi yang menjadi benteng penegakkan hukum. Misteri ini juga langsung mengundang perhatian kepala negara Presiden Jokowi  agar institusi dipimpin Jenderal Lityo Sigit Prabowo dalam melakukan pengusutan kasus kematian Brigadir Josua Hutabarat tidak boleh ragu-ragu maupun ditutupi agar kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian juga meningkat.

Kasus ini bagi masyarakat secara tidak langsung merupakan tamparan keras bagi wajah institusi Polri yang justru saat ini dibawa kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan semboyan Polri Presisi (prediktif, responsibilitas, transparasi), sedang giat-giatnya berbenah demi membawa citranya dimata masyarakat dengan mereformasi kultur Polri, menuju perubahan.

Kasus yang terjadi ini merupakan tantangan utama bagi Polri dalam pembenahan institusinya dengan reformasi kultur Polri. Proses reformasi kultur Polri belum sepenuhnya berjalan lancar, karena masih menyisakan warisan-warisan kultur yang seharusnya sudah ditinggalkan.

Sudah saatnya institusi ini lakukan pembenahan dengan menyaring kadar kepemimpinan dalam kriteria dan ukuran yang pasti serta ditegakkan secara konsisten dan  konsekuen dalam Sistem Pembinaan Personel. Hal ini dapat meminimalisasi aplikasi sistem  manajemen  atas dasar selera yang belum tentu menjamin kualitas kepemimpinan yang akurat dan memadai. Jika dibiarkan dapat berakibat sulit berkembangnya perilaku organisasi yang berpengaruh terhadap kualitas pemimpin di semua jenjang kepemimpinan.

Tahun 2023 Gerbong Alih Tugas akan dilakukan, beberapa jabatan strategi bintang tiga dan bintang dua mulai dari jabatan Waka Polri, Irwasum, Kabaharkam, Ka BNPT, Ka BNN dan sejumlah Kapolda di institusi ini, akan bergeser karena beberapa Pati  yang menempati jabatan ini akan memasuki masa purnah bhakti dikarenakan batas usia kelahiran. 

Karena itu tahun 2023 merupakan harapan moment tepat bagi Polri bisa  lebih berbenah  guna wujudkan perubahan kultur yakni Polri yang Presisi, Polri yang modern di era revolusi industri 4.O. Dengan demikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit saatnya bisa menempatkan jenderal Polisi yang benar-benar miliki kapabiltas dan visioner, dalam mengisi jabatan strategis bintang tiga dan bintang dua, serta pamen tentu lewat kompetensi yang merupakan hal mutlak untuk terjadi alih generasi berintegritas. Sebaiknya bisa menempatkan yakni pati dan pamen Polri yang miliki prestasi dan integritas secara akademis juga miliki prestasi pengalaman saat bertugas sebagai Kasatwil. 

Karena prestasi diraih secara akademis maupun pengalaman sebagai Kasatwil para Pati Polri ini paling tidak dinilai mampu bisa mewujudkan apa yang menjadi kebijakan tugas Kapolri Jenderal Listyo Sigit baik tantangan dan harapan. Antara lain harus mampu benahi internal lebih profesional dan bermartabat,jika ada personil yang lakukan hal tindakan tidak terpuji yang merusak citra institusi dan harus ada tindakan tegas tanpa pandang buluh sesuai aturan karena tidak tepat mereka berada di institusi ini. Seperti kasus misteri tewas terbunuhnya Brigadir Josua Hutabarat, bhayangkara muda atas perintah atasan FS

Apalagi  tahun 2024 masyarakat Indonesia akan lakukan pesta  demokrasi secara serentak yakni Pemilu, Pilpres dan Pilkada  tentu mengharapkan tercipta stabiitas keamanan yang kondusif. Dan lebih dari itu bagaimana institusi Polri sebagai institusi penegak hukum wujudkan perubahan kultur Polri Presisi 4.O bahkan 5.O yang lebih baik dan modern searah Indonesia maju tahun 2045.

Mengutip ungkapan Jenderal Badrodin Haiti dalam buku biografi "Tangan Dingin Jenderal Poso Damai" sangat ironis Polri sebagai penegak hukum, oknumnya melanggar hukum.

Mengutip ungkapan Irjen Pol Dr Eko Budi Sampurno M.Si dalam buku biografi "Mellete Diatonganan Inspirasi Dari Tanah Mandar", yakni Police Is The Shadow Of The Civilization. Perubahan masyarakat bergerak dengan kecepatan tinggi, “Chaotic, “Radical”, “Turbulent”, “Volatile”, “Uncertain”, “Unpredictable”,  mau tidak mau Polri harus segera menyesuaikan dengan keadaan dan tidak boleh berdiam diri pada zona nyaman.

*. Wartawan Elshinta Radio/Penulis buku biografi Jenderal Drs Badrodin Haiti "Tangan Dingin Jenderal Poso Damai" diterbitkan PT  Pustaka Sinar Harapan Jakarta tahun 2008.
• Buku biografi Irjen Pol Dr Eko Budi Sampurno M.Si " Mellete Diatonganan Inspirasi Dari Tanah Mandar' diterbitkan PT Suara Harapan Bangsa Jakarta April tahun 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update