Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pertama, dipandang perlu menyusun peta jalan atau ruadmap bagaimana strategi mencapai kemandirian fiskal

| 06:49 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-19T23:49:20Z

 


Oleh Hasanuddin Atjo

Judul artikel ini lahir ketika berdialog dengan salah satu wartawan senior yang sudah  malang melintang pada rana  jurnalist politik dan kriminal ditingkat pusat dan  daerah. 


Dialog itu menyoroti bahwa penerapan otonomi daerah selama 27 tahun (dimulakan 1998),  dinilai tidak  memberi perubahan signifikan pada kemajuan daerah, dan salah satunya adalah  kemandirian fiskal.  


Kemandirian fiskal dihitung  dari  persentase  pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah yaitu PAD ditambah  dana transfer ke daerah (TKD) yang meliputi DAU, DBH dan DAK serta insentif.


Sangat ironi bahwa  sekitar 

80 % dari daerah, kapasitas fiskalnya sangat bergantung pada dana TKD.  Sementara kemandirian fiskal mereka  sangat rendah  pada kisaran  2 - 20 %,  cenderung tidak bergerak. 


Kondisi moneter Negara yang  

kurang baik karena mencicil pinjaman (pokok plus bunga)  yang jatuh tempo pada tahun 2026 sebesar Rp 1.300 triliun, dari utang sebesar Rp 8.444, 87 triliun per akhir Juni 2024, 

menjadi salah satu alasan TKD  terpaksa dipangkas.


Besaran yang dipangkas

Rp 269 triliun, mejadi Rp 693 triliun dari sebelumnya 2025 Rp 919,87 triliun, turun  (29,2 %). Kebijakan ini kemudian  membuat sejumlah Gubernur memprotes Menkeu Purbaya (7/10/25). 


Menkeu menjawab  secara normatif  akan ditinjau ulang bilamana keuangan Negara kembali membaik.  Namun secara spesifik dikatakan Pemerintah  akan memberi perhatian bagi daerah yang memperbaiki kualitas belanja   yang antara lain berdampak pada kemandirian fiskal. 


Bukan hanya alasan bayar utang, namun sejatinya sejak lama disoroti bahwa belanja daerah tidak berkualitas dan tidak tepat sasaran. Kalaupun sudah sesuai sasaran, maka luarannya masih berorientasi ouput  belum pada outcome.

Pendekatan pembangunan seperti ini indektik dengan  menggarami laut. 


Sudah saatnya belanja daerah lebih ditekankan mendorong masuknya investasi swasta terutama sektor pangan dan energi serta air yang menjadi modal dasar hampir semua daerah di Indonesia. 


Asset perangkat daerah yang tersedia dan kurang optimal dimanfaatkan, sudah saatnya " disekolahkan,  mengingat  umumnya perangkat daerah belum  bisa  membuktikan bahwa asset yang mereka kelola bisa  sukses secara fungsional dan  komersial.


Daerah saatnya mendorong lahirnya sejumlah Perseroda atau (Perusaahaan Perseroan Daerah)  yang profesional. Tidak sekedar dibentuk dan mengakomodir karena politik balas jasa. Perseroda harus dengan konsep dan rencana busnis yang terukur. Dikelola oleh manajemen profesional dan ini yang sering menjadi sumber kegagalan karena terkait dengan salary yang kurang  menarik. 


Terakhir, dalam pelaksanaan tatakelola Pemerintahan  perlu perbaikan terhadap beberapa hal:  




Kedua, proses rekruitmen perangkat daerah bersama 

Jajarannya mengdepankan kompetensi dan profesional. Tidak Lagi terjebak praktek politik balas jasa ataupun transaksional. 


Dengan perangkat daerah seperti itu, maka mereka mampu diajak berlari cepat secara bersama sama untuk menyusun rencana belanja berkualitas dan produktif berorientasi outcome dan terimplementasikan.elle***

×
Berita Terbaru Update